Berikut sekedar cerita berdasarkan fakta, yang mungkin bukan
hanya saya saja yang pernah mengalaminya. Namun diantara yang membacanya saya
yakin tidak sedikit yang pernah merasakan keadaan yang sama. Dihadirkannya pun
sekedar tuk berbagi pengalaman. Siapa tahu ada yang terinspirasi dan tergugah.
Karena saya yakin, inspirasi dapat hadir kapan dan dimana saja.
Mungkin saja
ini menjadi teguran, ataupun penggugah bagi yang membacanya, tapi paling tidak
hasrat kami tuk berbagi cerita dan pengalaman telah terpenuhi.
Ada Keranjang Sampah?
Suatu hari kami ke pusat belanja yang letaknya di jantung
kota Makassar. Bahasa umumnya, masyarakat menyebutnnya dengan nama Pasar
Sentral. Kemudian lebih keren sedikit, disebut juga sebagai Makassar Mall. Tapi
sayang, nama itu sekarang nyaris tidak terdengar lagi seiring dengan kasus
kebakaran yang melalap habis toko, kios, dan stand yang ada di dalamnya.
Waktu itu kami sedang mereparasi kacamata pada salah satu
stand yang menjual aneka bentuk kacamata dengan harga yang bervariasi. Ditengah
menunggu kacamata yang sedang dikerjakan oleh teknisinya, rasa haus pun dating
menemani. Segera kami memebli minuman berupa the kotak dingin untuk melepaskan
dahaga.
Setelah isi kotak itu habis, sharusnya tidak sulit untuk
membuang kotak kosong yang sudah tidak dibutuhkan lagi saat itu. Namun sayang,
setelah lima menit mencari tempat yang pantas untuk kotak kosong itu, akhirnya
kami pun bertanya kepada pemilik stand yang lain.
“Pak, ada keranjang sampah? Mau buang kotak ini”. Tanyaku
sambil menunjukkan kotak teh.
“Tidak ada de. Buang saja di situ”. Jawabnya sambil menunjuk
ke lantai.
What??? Tidak salah apa orang itu menuyuruhku membuang
sampah pada sembarang tempat? Sambil bertanya dalam hati kupandangi sekeliling
stand. Dan betul bahwa dilantai tececer begitu banyak sampah dari berbagai
macam bentuk. Mulai dari kertas, plastik dan kaleng bekas.
Apa susahnya mengumpilkan sampah-sampah itu pada satu wadah.
Apa susahnya menyediakan keranjang sampah di lokasi itu. Apa sih susahnya
menjaga kebersihan?
“Pak, kok begitu susah menemukan keranjang sampah disini?"
setengah bertanya kucoba melanjutkan dialog. Sayang, Bapak itu menatapku dengan
senyuman tanpa satu huruf pun yang keluar dari mulutnya.
Toilet ala Indonesia
Dilain waktu, saya sedang jalan-jalan ke sebuah pusat
perbelanjaan, tetapi yang ini beda lokasinya. Singkat cerita, setelah beberapa
lama keliling, hasrat untuk buang air kecil pun datang. Maka segera saya
mencari tempat khusus untuk hajatan itu. Karena ingin segera, maka saya
putuskan untuk bertanya kepada salah seorang yang sepertinya juga adalah
pengunjung tempat itu.
“Pak, kalau toilet di tempat ini, dimana ya?”
“Oh, dibagian belakang mbak. Jalan aja terus, lalu belok
kiri. Nah dari situ akan tercium deh baunya. Ikuti aja arah sumber bau itu
mbak. Biasa, itu cirri-ciri toilet umum di Negara kita. Hehehe.”
Hah??? Betulkah seperti itu. Maka segera saya ikuti arahan
Bapak tadi. Dan memang betul, begitu belok kiri, spontan saya menutup hidung
karena bau pesing yang menyengat sudah lebih dulu menjemput. Seketika itu pula kuputar haluan
dan membatalkan rencana untuk buang air kecil.
Apa iya, Ciri khas toilet umum kita adalah bau?
Menyedihkan, tapi itulah fakta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.... Silahkan memberikan kritikan dan saran untuk perbaikan... ,, ^_^