Jumat, 31 Agustus 2012

Toilet & Keranjang Sampah


Berikut sekedar cerita berdasarkan fakta, yang mungkin bukan hanya saya saja yang pernah mengalaminya. Namun diantara yang membacanya saya yakin tidak sedikit yang pernah merasakan keadaan yang sama. Dihadirkannya pun sekedar tuk berbagi pengalaman. Siapa tahu ada yang terinspirasi dan tergugah. Karena saya yakin, inspirasi dapat hadir kapan dan dimana saja.
Mungkin saja ini menjadi teguran, ataupun penggugah bagi yang membacanya, tapi paling tidak hasrat kami tuk berbagi cerita dan pengalaman telah terpenuhi.

Ada Keranjang Sampah?

Suatu hari kami ke pusat belanja yang letaknya di jantung kota Makassar. Bahasa umumnya, masyarakat menyebutnnya dengan nama Pasar Sentral. Kemudian lebih keren sedikit, disebut juga sebagai Makassar Mall. Tapi sayang, nama itu sekarang nyaris tidak terdengar lagi seiring dengan kasus kebakaran yang melalap habis toko, kios, dan stand yang ada di dalamnya.

Waktu itu kami sedang mereparasi kacamata pada salah satu stand yang menjual aneka bentuk kacamata dengan harga yang bervariasi. Ditengah menunggu kacamata yang sedang dikerjakan oleh teknisinya, rasa haus pun dating menemani. Segera kami memebli minuman berupa the kotak dingin untuk melepaskan dahaga. 

Setelah isi kotak itu habis, sharusnya tidak sulit untuk membuang kotak kosong yang sudah tidak dibutuhkan lagi saat itu. Namun sayang, setelah lima menit mencari tempat yang pantas untuk kotak kosong itu, akhirnya kami pun bertanya kepada pemilik stand yang lain. 
“Pak, ada keranjang sampah? Mau buang kotak ini”. Tanyaku sambil menunjukkan kotak teh.
“Tidak ada de. Buang saja di situ”. Jawabnya sambil menunjuk ke lantai.
What??? Tidak salah apa orang itu menuyuruhku membuang sampah pada sembarang tempat? Sambil bertanya dalam hati kupandangi sekeliling stand. Dan betul bahwa dilantai tececer begitu banyak sampah dari berbagai macam bentuk. Mulai dari kertas, plastik dan kaleng bekas.
Apa susahnya mengumpilkan sampah-sampah itu pada satu wadah. Apa susahnya menyediakan keranjang sampah di lokasi itu. Apa sih susahnya menjaga kebersihan?
“Pak, kok begitu susah menemukan keranjang sampah disini?" setengah bertanya kucoba melanjutkan dialog. Sayang, Bapak itu menatapku dengan senyuman tanpa satu huruf pun yang keluar dari mulutnya.

Toilet ala Indonesia

Dilain waktu, saya sedang jalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan, tetapi yang ini beda lokasinya. Singkat cerita, setelah beberapa lama keliling, hasrat untuk buang air kecil pun datang. Maka segera saya mencari tempat khusus untuk hajatan itu. Karena ingin segera, maka saya putuskan untuk bertanya kepada salah seorang yang sepertinya juga adalah pengunjung tempat itu.
“Pak, kalau toilet di tempat ini, dimana ya?”
“Oh, dibagian belakang mbak. Jalan aja terus, lalu belok kiri. Nah dari situ akan tercium deh baunya. Ikuti aja arah sumber bau itu mbak. Biasa, itu cirri-ciri toilet umum di Negara kita. Hehehe.”
Hah??? Betulkah seperti itu. Maka segera saya ikuti arahan Bapak tadi. Dan memang betul, begitu belok kiri, spontan saya menutup hidung karena bau pesing yang menyengat sudah lebih dulu menjemput. Seketika itu pula kuputar haluan dan membatalkan rencana untuk buang air kecil.
Apa iya, Ciri khas toilet umum kita adalah bau? Menyedihkan, tapi itulah fakta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.... Silahkan memberikan kritikan dan saran untuk perbaikan... ,, ^_^