Sebentar lagi perhelatan besar Miss World
akan usai digelar. Sebuah perhelatan yang hanya menjadi ajang pamer kemolekan
tubuh, atau lebih tepatnya umbar keseksian. Betapapun mereka berdalih dan
berlindung dibalik kata ‘seni’, kegiatan itu tetaplah sebuah bentuk kemaksiatan
yang harus dilawan. Penolakan terhadap pelaksanaannya adalah bentuk tanggung
jawab moral kita sebagai bangsa yang beradab dan beragama.
Tapi apa lacur, seperti kata pepatah
“Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Sekuat apa pun gonggongannya,
sebesar apapun protesnya, kegiatan tetap berjalan .
Bahwa Indonesia, Negara yang dikenal dengan mayoritas muslim ini sukses menjadi tuan rumah untuk sebuah event besar dimana seluruh mata tertuju kepadanya. Saat ini pun, Indonesia sedang menjadi pusat perhatian dunia.
Bahwa Indonesia, Negara yang dikenal dengan mayoritas muslim ini sukses menjadi tuan rumah untuk sebuah event besar dimana seluruh mata tertuju kepadanya. Saat ini pun, Indonesia sedang menjadi pusat perhatian dunia.
Perempuan yang sebenarnya sangat mulia
kedudukannya di dalam islam, justru menjadi obyek dari kegiatan itu. Aurat yang
semestinya ditutupi malah diumbar ke semua orang. Tidak ada lagi kemulian yang
seharusnya dijaga. Semua luntur oleh dalih yang mengatasnamakan seni. Lalu
kemana perginya rasa malu yang menjadi mahkota kaum perempuan itu?
Masih teringat jelas pesan dari orang tua
dahulu, bahwa mahkota perempuan itu adalah malu. Jika ia sudah kehilangan rasa
malunya, maka hilang pula mahkotanya. Karena dengan lunturnya rasa malu dalam
diri seorang perempuan, maka itulah awal dari keterjerumusannya ke dalam
berbagai macam bentuk pelecehan. Pelecehan yang sebenarnya tidak terjadi jika
perempuan itu sendiri mampu menghargai dirinya.
Lalu kemana gerangan pemimpin negeri ini
sehingga kemaksiatan yang dibalut oleh seni itu bias lolos di depan mata? Entah
dibayar berapa mereka untuk bias meloloskan ajang pamer aurat itu? Konon, ulama
dan kaum muslimin sebagian besar sudah menolak acara itu digelar dibumi
Nusantara tercinta ini. Tapi karena kekuatan dana yang mem-back up kegiatan itu
sehingga benar-benar terlaksana, lebih kuat dari desakan untuk menggagalkannya.
Tak perlu berlama-lama menyesali itu semua.
Yang jelas, asing-masing kita akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari
akhir. Siapa saja yang mengijinkan, mendukung, menikmati kegiatan itu, tentunya
Allah tidak pernah lalai dan tidak pula tidur. Mungkin ummat ini terlalu lemah
iman, karena hanya bisa pasrah dengan digelarnya acara tersebut sambil mengutuk
dalam hati. Ya, itulah selemah-lemahnya iman.
“Barangsiapa
diantara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubah dengan
tangannya (kekuasaannya), jika tidak mampu, maka dengan lisannya (dakwah),
namun jika tidak mampu juga, maka hendaklah dia ingkari dengan hatinya (membenci/mengutuk
dalam hati kemaksiatan itu). Dan ketahuilah, itulah selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.... Silahkan memberikan kritikan dan saran untuk perbaikan... ,, ^_^