Sabtu, 14 Januari 2012

Masih Soal Minimarket

Sejak awal tahun 2011, Makassar mulai ramai dengan kehadiran minimarket di beberapa titik wilayah dalam kota. Mulai dari yang dikembangkan oleh pengusaha lokal secara pribadi, maupun yang dikembangkan melalui sistem franchise.

Berawal dari munculnya beberapa minimarket yang didirikan dan dikelola secara pribadi oleh pengusaha lokal dengan berbagai bentuk pelayanan yang ditawarkan oleh masing-masing toko, bahkan ada yang memberikan pelayanan 24 jam, perlahan menunjukkan kemajuan yang cukup memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Makassar.

Menjelang pertengahan 2011, kehadiran minimarket yang dikelola dan dikembangkan secara franchise (modern) turut meramaikan sekaligus juga memberikan dampak terhadap perputaran roda ekonomi dalam berbagai aspeknya.

Menjamurnya minimarket di Makassar menjadi perhatian banyak pihak. Disamping karena memberikan keuntungan, namun disatu sisi fenomena ini tetap dianggap memiliki dampak negative terhadap beberapa hal.
Dari sisi positifnya, kehadiran minimarket di tengah-tengah pemukiman warga memberikan gambaran bahwa pertumbuhan ekonomi di Makassar semakin membaik. Wajar memang, karena masyarakat Makassar terkenal dengan gaya hidupnya yang konsumtif, sehingga peluang bisnis ritel akan memberikan prospek yang baik. Inilah yang menjadikan Makassar kurang merasakan dampak dari krisis ekonomi global yang melanda beberapa wilayah.

Dengan dibukanya beberapa outlet, memberikan peluang kerja bagi pemuda yang dalam status menganggur. Dalam artian bahwa lapangan pekerjaan menjadi bertambah. Hingga bulan April 2011, diperoleh data bahwa di Makassar at ini tercatat kurang lebih 55 minimarket yang beroperasi. Jika kemudian di setiap gerainya terdapat 6-8 orang pegawai, bisa dibayangkan berapa jumlah tenaga kerja yang akan terserap oleh minimarket. Dan itu akan bertambah seiring bertambahnya jumlah minimarket yang menyusul kemudian.

Akan tetapi, dibalik indikator-indikator positif itu, kita tidak boleh menutup mata bahwa bersamaan dengan itu terdapat pula dampak negative yang harus segera ditemukan solusinya agar tidak ada pihak yang dirugikan kemudian. Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan hadirnya minimarket juga mengadirkan persaingan usaha yang tidak sehat atau tidak seimbang dengan menjadikan pedagang kecil (pedagang tradisional) di sekitarnya sebagai korban. Bahkan diprediksi kemudian, bahwa usaha dagang mikro dan kecil disekitarnya akan mati alias tutup. 

Sangat tidak layak jika kondisi ini dibiarkan tanpa solusi yang tepat. Olehnya itu, seyogyanya pemerintah kota harus mengambil langkah yang tepat untuk menghindari dampak yang lebih buruk dari persaingan tersebut.

Sebetulnya pemerintah pusat telah mengeluarkan aturan mengenai perlindungan pasar tradisional melalui Kepres Nomor 112 Tahun 2007, yang kemudian disusul oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 Tahun 2008. Akan tetapi, sejauh ini belum ada aturan yang jelas dan tegas mengenai jarak lokasi (zonasi) antara satu minimarket dengan yang lainnya. Aturan zonasi dibutuhkan untuk melindungi pengusaha lainnya agar terhindar dari persaingan yang tidak sehat. 

Zonasi diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha mikro dan kecil yang juga memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini penting, karena pada beberapa titik, minimarket didirikan sangat dekat bahkan hampir berhadapan dengan usaha sejenisnya. Ada juga yang berdampingan dengan minimarket yang telah beroperasi sejak lama sebelum minimarket modern dibuka. Tentunya kita menginginkan agar tidak ada yang dirugikan dalam kasus ini. Apalagi jika sampai menyebabkan usaha kecil di sekitarnya menjadi mati.

Kabar terbaru tekait menjamurnya minimarket tanpa aturan yang jelas, adalah kasus dimana salah satu gerai minimarket ditutup paksa oleh warga karena lokasinya berada di dalam lingkungan pasar. Warga serta pedagang kecil sekitar pasar merasa terganggu dengan kehadiran minimarket di lokasi yang menjadi pusat kegiatan usaha mereka. Usaha mereka terancam mati dengan hadirnya gerai tersebut.

Mugkin tindakan tersebut akan merugikan pengusaha minimarket, namun itulah bukti dari apa yang mereka rasakan sebagai pengusaha dengan modal dan keuntungan kecil. Mereka adalah korban kapitalisasi pasar yang berwujud pada monopoli perdagangan, dimana pengusaha dengan modal besar akan menjadi penguasa pasar. Kita tidak ingin kondisi demikian berulang di tempat lain. Karena hal itu menunjukkan betapa tidak adilnya sistem perekonomian yang hanya berpihak kepada mereka yang bermodal besar.

Sekali lagi, sikap tegas pemerintah bukan untuk menghambat pelaku ivestasi untuk mengembangkan usahanya, namun lebih pada upaya melindungi pasar yang sudah ada dengan membuat aturan main yang memberikan manfaat dan kebaikan bagi semua pihak, sehingga tidak ada yang menjadi korban monopoli pasar.

2 komentar:

  1. Tulisan yg bagus... Saya juga sependapat dengan bu Tia, bahwa pemerintah kota harus mengatur perizinan pendirian mini market agar tidak membunuh usaha mikro. Saya salut dengan Bupati Barru dan Bupati Gowa yg dengan tegas menolak memberikan izin berdirinya mart2 semacam itu di daerahnya. Keberpihakan pemkot Makassar kepada Usaha Mikro tidak terlihat dalam hal ini.

    BalasHapus
  2. Betul pak Awal... skarang malah kebablasan... masa minimart sampai tetanggaan,, bahkan nyaris berdampingan, berhadap-hadapan,,, kita bukan menolak mentah2 hadirnya usaha minimart, tapi perlu memperhatikan hak pengusaha yg lain,, supaya persaingannya sehat... toh secara lokal kita bisa mendirikan minimart serupa lalu mengisinya dengan produk2 UKM setempat. Dgn bgitu kan ikut memajukan UKM kta.. lagian produk lokal kta jg banyak keunggulannya.. ^_^
    Trimakasih pak Awal dah mampir... semangat terus ya memajukan UKM ... salam,

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.... Silahkan memberikan kritikan dan saran untuk perbaikan... ,, ^_^