Sabtu, 18 Desember 2010

SATU LAGI DARI MAKASSAR (Upaya Mewujudkan Makassar Sebagai Kota Preneur)



Perkembangan dan pengembangan kewirausahaan searah dan sejajar mengikuti komitmen pemerintah untuk memasyarakatkan kewirausahaan sekaligus mewirausahakan masyarakat. Komitmen ini terwujud dalam implementasi kegiatan yang ditujukan untuk masyarakat dalam bentuk pendidikan, pelatihan, konsultasi dan fasilitasi yang dikemas dan digulirkan dalam bentuk program kerja dengan melibatkan berbagai elemen baik dari pemerintah itu sendiri maupun dari pihak swasta. Komitmen itu pula memberikan gambaran betapa upaya terus ditingkatkan guna mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Peran dalam menumbuhkan semangat dan jiwa wirausaha (enterpreneur )adalah sebuah kerja keras yang membutuhkan dukungan dari semua pihak. Oleh karenanya, kehadiran beberapa lembaga yang membantu pencapaian tujuan tersebut sangatlah dibutuhkan sebagai pengimplementasi program yang telah ditetapkan dan digulirkan oleh pemerintah baik dari pusat maupun pemerintah daerah.
Melihat kondisi tersebut, di Sulawesi Selatan tepatnya Kota Makassar kini hadir sebuah lembaga yang digagas oleh beberapa kaum muda yang memiliki perhatian dan komitmen yang sama dalam mengembangkan kewirausahaan untuk membangun semangat dan jiwa enterpreneur dikalangan generasi muda. Sebuah lembaga swadaya yang banyak bergerak dibidang jasa, dimana mereka memberikan pelayanan berupa pelatihan, seminar, konsultasi, dan pendampingan kepada pemuda yang ingin mengembangkan bakat dan potensi mereka agar bisa menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhannya.
Dengan tujuan ingin mengangkat nama kota Makassar dalam bidang enterpreneurship (kewirausahaan), mungkin lebih tepatnya ingin mewujudkan Makassar sebagai Kota Preneur sebagaimana yang telah dicanangkan oleh pemerintah kota beberapa waktu yang lalu, maka lembaga tersebut kemudian oleh tim penggagas diberi nama MakassarPreneur.
Meski usianya baru seumur jagung, MakassarPreneur telah mampu menunjukkan eksistensi, kepedulian dan kesungguhannya untuk menjembatani kaum muda dalam menggali dan mengembangkan potensinya. Hal ini terbukti dengan beberapa seminar dan pelatihan yang mereka laksanakan, serta menjalin kesepakatan kerjasama (MoU dengan beberapa lembaga pelaksana program sejenis dan juga dengan beberapa kelompok tani untuk membantu mereka dalam memasarkan produknya.
Untuk memudahkan komunikasi dan interaksi dengan pihak luar, baru-baru ini juga mereka melaunching website yang sekaligus menjadi sarana informasi dan promosi yang dengan mudah diakses oleh siapa saja yang ingin mengenal lebih jauh sepak terjang MakassarPreneur. Semoga dengan hadirnya MakassarPreneur ditengah-tengah arus perkembangan dan pengembangan enterpreneurship, diharapkan mampu memberikan solusi tidak hanya bagi pelaksanaan program-program pemerintah, namun juga ikut berperan membuka lapangan pekerjaan melalui unit-unit usaha yang dikelola dan dikembangkannya. Semoga!
http://www.makassarpreneur.com

Jumat, 17 Desember 2010

NEGARA ISLAM? NGGAK DEH!


Itulah sepenggal kalimat yang dilontarkan oleh seorang teman lewat sms-nya. Seorang teman yang terpaksa saya kenal melalui sms salah kirimnya. Awalnya dia mengira bahwa nomor HP yang saya gunakan adalah milik salah seorang teman dia. Selengkapnya dia memulai komunikasi via sms tersebut sebagai berikut:
“waspadai gerakan islam radikal yang ingin mendirikan negara islam”
Karena tertarik dengan isu ini (kalau biasanya saya akan mengabaikan setiap sms yang salah kirim dan kurang menarik untuk direspon), maka saya berniat untuk membalas sms tersebut.
“Maaf, ini dengan siapa ya?” serasa ingin berkenalan, saya pun menanyakan nama pengirim alias si pemakai nomor HP yang baru saja mengirim sms diatas. Tetapi spertinya si pengirim merasa heran ‘kok saya ditanya nama lagi, padahal dia (saya) kan teman saya’. Akhirnya dibalaslah sms saya dengan: “Dengan Cici, pemudi Pancasila. Kamu Indri kan?”
Wah,,, semakin jelaslah kalau sms ini adalah sms salah kirim alias salah alamat. Setelah mengetahui identitas dengan embel-embel organisasi dari pengirim, maka saya semakin bersikukuh untuk meneruskan percakapan via sms tersebut. Niatan saya semata-mata didorong oleh rasa bahwa ada sesuatu yang ingin saya luruskan disana. Sehingga saya pun menulis jawabannya seperti ini: “Negara islam akan terbentuk dengan sendirinya ketika semua orang telah menerapkan syari’ah dalam kehidupan pribadinya. Tidak perlu takut dan pusing dengan negara islam. Yang penting sekarang adalah tanamkan nilai-nilai islam dalam diri pibadi agar kehidupan menjadi lebih berkah. Karena hidup cuma sebentar dan bersiaplah menanti jemputan malaikat Israil yang bisa datang kapan saja. Sudah siapkah kita? Sudah cukupkah bekal untuk akhirat kita? Hisablah diri sebelum Allah menghisab. Dan jangan mudah terprovokasi. Terimakasih.”
Mungkin karena mendapatkan balasan yang tidak diharapkan demikian bunyinya, maka sang teman tadi kemudian membalas: “Kalau negara islam sudah berdiri dengan sendirinya ketika penganutnya sudah mengamalkan (syari’ah-pen-) dalam diri mereka,lantas untuk apa mengutak atik negara ini dan mau merubahnya?”
Nah, makin menarik juga nih. “Makanya jangan terprovokasi. Issu itu adalah lagu lama. Fokus saja beribadah dan beramal soleh agar Allah selalu melindungi bangsa ini dari makar. Banyak berdo’a dan berzikirlah supaya hati kita bersih dari segala prasangka. Belajarlah islam dengan tekun agar wawasan kita semakin luas. By the way, saya bukan Indri, dan kalau mau jadi teman, saya welcome”. Demikian balasan saya dengan harapan si teman tadi masih mau meresponnya. Saya berfikir bahwa teman ini adalah seorang yang masih sangat muda, berjiwa muda, dan memiliki semangat yang menggebu-gebu untuk terus menambah wawasan. Menurut saya, masa muda adalah masa dimana pola pikir kita masih sangat mudah dipengaruhi oleh apapun dan siapapun. Berdasarkan inilah saya mencoba membawa pemahaman sederhana saya kedalam pikirannya. Sesaat kemudian sms balasan pun masuk ke inbox saya: “Saya juga belajar islam, tapi bukan islam radikal”. Saya pikir kalimat ini semakin membuktikan bahwa kaum muda terkadang akan membela dan mempertahankan pikiran yang menurut keterbatasan sudut pandang mereka adalah benar. Sambil tersenyum saya mengetik balasannya: “Radikal tidaknya tergantung bagaimana manusia memahami ayat-ayat Allah yang tersurat maupun yang tersirat. Jadi tergantung presepsi dan penafsiran. Semua itu adalah warna. Semoga Allah melindungi dan menjauhkan kita dari makar, dan dari pemahaman, presepsi dan penafsiran yang salah. Amin!
Lama tidak ada respon, pikirku ini adalah sms balasan terakhir dari saya yang sekaligus menutup perbincangan kami. Setelah beberapa menit melupakan topik tadi, tiba-tiba HP saya berbunyi nada sms yang dengan penuh harap segera saya buka untuk memastikan bahwa perbincangan itu masih berlanjut. Ya, harus berlanjut karena saya belum mencapai tujuan saya meladeni sms ‘nyasar’ ini. Kemudian saya membaca: “Negara islam itu akan tegak, kayaknya nggak deh...”.
Wow, yakin betul gadis ini. Tapi juga pesimis. Dalam kesibukan membalas sms lain yang masuk dan mempelajari beberapa modul yang menjadi bahan ajar saya, saya berupaya untuk membalas dengan sedikit membawa topik ini ke sudut pandang saya berdasarkan kedangkalan ilmu yang saya miliki. Tulisan saya: “OK, tidak akan ada negara islam. Itu adalah sebuah pendapat (mungkin tepatnya anggapan) sebagai bantuk keragaman. Apapun yang menjadi pendapat setiap orang, kita harus hargai karena mereka pasti punya dasar untuk mengeluarkan pendapat dari lisan masing-masing. Toh setiap kita akan mempertanggungjawabkan nanti di hadapan Allah apa yang keluar dari lisan kita. Terimakasih Cici ”.
Saya selalu berusaha untuk menggiring opini teman yang satu ini ke alam berpikir yang sedikit berorintasi ukhrowi, hal ini sekedar untuk mengingatkan dia terutama diri saya pribadi betapa Allah adalah Sebaik-baik pembuat dan pembalas makar. Ini untuk menanamkan dalam hati bahwa tidak ada yang perlu ditakuti, bahkan terorisme sekalipun. Bukankah semua kejahatan atas dasar dan alasan apapun tidak akan dibenarkan oleh islam. Bukankah islam agama yang damai, yang rahmatan lil’alamin? Bukankah Allah selalu bersama orang-orang yang bertawakkal dan berserah diri hanya kepada-NYA? Lagipula, negara kita adalah negara kesatuan yang berdiri diatas keragaman. Keanekargaman yang merupakan karunia Allah yang terindah. Sungguh, issu Negara Islam dan Terorisme sebenarnya adalah issu yang dihembuskan oleh mereka yang memang ingin meruntuhkan dan menghancurkan islam. Mereka ingin agar ummat islam jauh dari ajarannya dan jauh dari Allah. Secara tidak sadar ummat islam digiring pada opini yang melecehkan akidah keislaman mereka sendiri. Padahal fakta sejarah telah membuktikan bahwa kedamaian akan tercipta dengan tegaknya islam dan seluruh kaidah-kaidah ajaran mulianya. Lantas, kalau bukan ummat islam sendiri yang mengupayakan, lalu kapan tegaknya kedamaian? Sepertinya ini adalah PR sekaligus kerja keras kita sepanjang hayat.
Tiba-tiba, nada sms berbunyi lagi, begitu saya baca: “He he he .. maaf, saya juga takut sama Allah SWT. Jangan begitu doong :-/..(mungkin sms saya tadi agak menyeramkan ya )saya berfikir bahwa teman ini sudah tergugah dalam artian saya sudah mencapai sedikit apa yang menjadi tujuan saya membalas semua smsnya. Maka saya tutup denga balasan: “he he he... semoga adik Cici selalu diberi hidayah oleh Allah. Amin... selamat belajar”. Dengan cepat dia membalas: “Iye pale (logat Makassar-pen-) . Semoga khilafah islam juga cepat tegak memimpin dunia. Allahu Akbar!”
Nah,,, akhirnya saya mendapatkan kata yang sebenarnya itulah ide yang ingin saya sampaikan tapi tidak melalui lisan saya. Karena saya ingin agar dia sendiri yang mengeluarkan kata itu. Ya, khilafah islam. Mungkin bukan negara islam, tapi khilafah islam sebagaimana yang pernah ada di zaman kejayaan islam masa lampau. Terima kasih teman, kau telah menangkap maksud tersirat dari setiap sms balasan yang saya berikan. Layaknya memang, kesadaran itu muncul dengan sendirinya dalam pribadi setiap muslim. Kesadaran betapa pentingnya sebuah khilafah yang bisa mempersatukan ummat islam sedunia. Tentu ini bukan sebuah pekerjaan semudah membalikkan telapak tangan. Bukan tugas yang hanya membutuhkan waktu satu, dua, atau lima tahun saja. 10 tahun pun mungkin belum terlihat hasilnya, tapi jika ummat islam semua konsisten menjalankan komitmen keislaman mereka atas dasar semata-mata mencari ridho Allah, kemudian mempererat ukhuwah atas keragaman pemahaman yang tidak perlu diperdebatkan, maka yakinlah bahwa akan tiba masanya dimana dunia akan berada dibawah kendali kekhalifaan yang saat ini baru sebatas mimpi. Teruslah belajar teman,, karena ilmu Allah sangat luas. Karena semakin kita berilmu akan semakin membuat kita bijaksana dalam bersikap dan memandang sesuatu. Meski ada perbedaan, tetapi itu adalah warna, dan jadikan perbedaan itu sebagai pemersatu, karena perbedaan adalah rahmat.
Wassalam,
~Tya’s ~